expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Minggu, 25 Juli 2010

Pergerakan Mahasiswa : Mahasiswa vs Dirinya Sendiri


Teriakan berantas kebodohan, menggelikan ketika keluar dari mulut mahasiswa bodoh! Mahasiswa pemalas yang tidak bebas dari penyakit finansial, absurd ketika berteriak bebaskan rakyat dari kemiskinan! Mahasiswa koruptor jam kuliah, tidak pantas berteriak anti-korupsi!

Adalah tiga kalimat pembuka dari diskusi yang saya sampaikan, ketika diminta mengisi acara halal bihalal KAMMI Pusat, sekaligus launching KAMMI Online di Senayan, Jakarta, pada hari Sabtu, 18 Oktober 2008. Kebetulan acara ini juga dihadiri pengurus berbagai organisasi mahasiswa lain. Jadi saya gunakan kesempatan ini untuk melakukan diskusi, kritik dan sekaligus membuka wacana teman-teman mahasiswa aktifis organisasi pergerakan mahasiswa bahwa era sudah berubah.

Perlu kita pahami bersama bahwa masyarakat sudah sangat resistence dengan teriakan-teriakan idealis tanpa pelaksanaan yang sering mahasiswa lakukan. Rakyat perlu teladan, rakyat perlu studi kasus, rakyat perlu success story, dan rakyat perlu know-how yang kita milikia. Dengan memanfaatkan berbagai solusi praktis dan nyata yang kita dapatkan dari bangku kuliah maupun pengalaman lapangan, diharapkan dapat membantu masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang semakin menumpuk. Pergerakan mahasiswa di era dunia datar harus lebih cerdas, lebih efektif, sehingga energi dan biaya yang kita miliki tidak mubadzir dan bisa dialokasikan untuk berbagai kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Teknologi informasi khususnya Internet dengan jumlah pengguna yang semakin besar di Indonesia bisa menjadi satu alternatif teknologi pendukung pergerakan mahasiswa.

Saya sebenarnya tidak berbicara muluk-muluk, tapi hanya sharing pengalaman, bagaimana kehidupan saya semasa menjadi aktifis mahasiswa. Saya sempat meniti karir di kepengurusan Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang) dari level komisariat, komda, sampai menjadi ketua umum PPI Jepang tahun 2001-2003. Di sisi lain, saya juga bergerak di sisi keilmuwan dengan menjadi ketua umum asosiasi ilmiah yang dibuat mahasiswa Indonesia bernama IECI di tahun yang sama. Selain bergerak di darat, era dunia datar membuat saya juga harus bergerak di dunia maya, menciptakan usaha kreatif, menjalin kerjasama dengan organisasi lain, membangun komunitas maya, melakukan image branding, maupun mempengaruhi orang lain lewat tulisan di blog. Semua tetap saya lakukan dengan tetap menjaga prestasi akademik, karena tugas utama mahasiswa adalah belajar dan prestasi akademik adalah salah satu alat ukur keberhasilan mahasiswa dalam belajar.

Materi diskusi saya bagi menjadi dua topik utama.

Modal dan strategi dasar seperti apa yang harus dimiliki mahasiswa pergerakan. Modal dasar ini penting, karena membuat teriakan kita, demo-demo kita, kritikan kita terasa bermakna alias tidak hampa
Apa yang harus dipersiapkan mahasiswa menyambut era dunia datar. Internet adalah media yang sangat efisien dan efektif untuk mendukung pergerakan mahasiswa. Terkadang web-based influence tactics bisa lebih efektif dan efisien daripada teriakan mahasiswa di jalan yang kadang memacetkan ruas-ruas jalan jakarta yang sudah macet. Meskipun tentu saja pada timing yang lain, turun jalan juga adalah alternatif strategi yang harus kita tempuh.

PERGERAKAN MAHASISWA

Modal dan strategi dasar yang harus dimiliki mahasiswa yang merasa menjadi aktifis pergerakan saya gambarkan di bawah.




Jaga prestasi akademik,
Tugas utama mahasiswa adalah belajar, karena kedudukan di kampus membawa implikasi bahwa mahasiswa adalah seorang akademisi, pemikir, bergerak secara logis dan terukur. Kualitas intelektual kita terukur lewat nilai-nilai dari mata kuliah yang kita ikuti. Ingat bahwa teriakan berantas kebodohan, menggelikan ketika keluar dari mulut mahasiswa bodoh!
Madzab,
pemikiran dan strategi pergerakan mahasiswa juga harus dikuasai. Ini bisa dilakukan dengan banyak membaca sejarah pergerakan mahasiswa di berbagai negara lain, membaca biografi tokoh pergerakan mahasiswa dimanapun berada, dan tentu saja yang sangat urgent adalah sejarah dan benang merah pergerakan mahasiswa di Indonesia. Jangan sampai mahasiswa mengulang kesalahan yang dilakukan mahasiswa di era sebelumnya.
Benih-benih entrepreneurship harus dipupuk sejak masa mahasiswa
Mahasiswa harus berusaha mengatasi masalah finansial, karena kita harus memberikan teladan dan success story kepada masyarakat berhubungan dengan kemandirian finansial. Ingat, mahasiswa pemalas yang tidak bebas dari penyakit finansial, absurd ketika berteriak bebaskan rakyat dari kemiskinan. Kemandirian organisasi dan personelnya dari “sumbangan” pihak lain yang punya kepentingan, membuat independensi organisasi mahasiswa terjaga. Membuat teriakan kita tetap lantang kepada siapapun tanpa pandang bulu.

Konsistensi perdjoeangan adalah kekuatan karakter aktifis mahasiswa.
Pahami hakekat dari kritik-kritik yang kita lakukan. Logikanya mahasiswa koruptor jam kuliah, tidak pantas berteriak anti-korupsi. Think globally, but act locally.
Public speaking dan leadership, faktor penting dalam mempengaruhi orang, karena tidak mungkin mahasiswa dengan leadership dan public speaking yang buruk mengkritik kepemimpinan nasional.
Opini lewat tulisan adalah faktor penting dalam teknik mempengaruhi ala mahasiswa. Kualitas pikir seseorang diukur dari kualitas tulisan yang dihasilkan. Pergerakan mahasiswa tak akan lepas dari masalah intelektualitas, daya pikir, daya kreatif dan perilaku berbasis otak yang lain.

PERGERAKAN MAHASISWA 2.0

Modal pergerakan mahasiswa diatas harus dikuasai, karena itu adalah modal minimal. Meskipun itu semua tidak cukup ketika kita bergerak di era dunia datar dengan perkembangan internet dan web yang semakin pesat yang saat ini menuju ke generasi kedua (Web 2.0).

Barrack Obama tidak hanya mengandalkan tim suksesnya secara penuh ketika mengupload video pidato dan kampanye lewat YouTube, tapi sebagian diupload oleh para pemilihnya dengan sukarela. Inilah keindahan user-generated content. Influence tactics ala Web 2.0 ini saya yakin bisa dimanfaatkan oleh aktifis pergerakan mahasiswa, sehingga berbagai opini yang kita keluarkan akan lebih bergema, lebih luas dipahami masyarakat, dan wacana ini akan banyak dinikmati mahasiswa lain karena mahasiswa adalah pengakses Internet di Indonesia yang terbesar. Ingat menurut InternetWorldStats.com pengguna Internet di Indonesia mencapai 20 juta, dan menurut APJII bahkan 28 juta. Pengguna Internet di Indonesia bahkan lebih banyak daripada Spanyol atau negara tetangga kita yang ada di Asia. Tidak ada oplah media massa di Indonesia yang melebih angka 20 atau 28 juta, kecuali TV tentunya yang menurut berbagai data mencapai angka 40 juta.

Kalau boleh saya gambarkan, pergerakan mahasiswa generasi kedua alias 2.0 saya pikir akan seperti gambar di bawah.



Tebar Keshalehan Sosial dan Kreatifitas Maya.
Ini adalah sumbangan besar mahasiswa plus sebagai solusi nyata untuk masyarakat. Efek langsungnya mungkin ke pengguna Internet, tapi efek tidak langsungnya bisa ke masyarakat yang bahkan tidak mengenal Internet. Misalnya, download materi IlmuKomputer.Com mungkin hanya bisa dilakukan oleh pengguna Internet. Tapi ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh dosen dan guru untuk mengajar anak didik yang berada di berbagai pelosok tanak air.
Lakukan Image Branding Lewat Dunia Maya.
Sekali lagi dengan 20-28 juta penguna, Internet adalah media massa yang paling efisien dan efektif untuk melakukan marketing dan branding baik untuk personal maupun organisasi.

Webpreneurship.
Arah entrepreneurship yang sudah kita pupuk sebelumnya, mungkin bisa dikembangkan ke arah technopreneurship, khususnya webpreneurship. Organisasi pergerakan mahasiswa bisa membangun lini bisnis yang memikirkan berbagai bisnis model yang menarik, dan dari sinilah operasional organisasi dibiayai. Kemandirian finansial ini adalah teladan yang baik bagi masyarakat, membuat teriakan lantang kita tentang pembebasan kemiskinan dan kemandirian bangsa menjadi bermakna. Mengemis dana dari para pejabat, mentri maupun institusi pemerintah atau swasta, sebenarnya membuat rantai ikatan yang mengakibatkan organisasi kita tidak independen lagi. Pada saat memimpin PPI Jepang, saya juga berkonsentrasi ke kerjasama bisnis dengan berbagai perusahaan penerbangan, perusahaan telepon seluler dan bahkan perusahaan elektronik yang punya pasar ke Indonesia.
Tebar Pengaruh Lewat Tulisan di Blog. Lanjutkan influence tactic yang sudah kita lakukan di media massa cetak, ke arah blogging di Internet. Bahkan ketika objek yang kita bidik adalah pelajar di level SMA dan kebawah, gunakan layanan social networking semacam Friendster yang pengguna di level itu sangat besar. Ingat, Indonesia pengguna Friendster nomor tiga sedunia.
Fokus di Core Competence. Ini yang mahasiswa kita sering lupakan. Jurusan yang kita pilih di kampus seolah-olah bagaikan bidang garapan sampingan. Jurusan computing yang kita pilih, tidak membuat kita fasih berbicara tentang statistik pornografi di Internet ketika kita beraudiensi tentang RUU Antipornografi. Jurusan ilmu kehutanan yang kita geluti, juga seolah-olah tidak bermakna karena kita malah mengkritik sisi lain, ketika berteriak lantang tentang masalah kerusakan hutan kita, penebangan hutan yang liar atau monopoli pemanfaatan hutan oleh perusahaan. Jurusan sosial politik yang kita geluti, juga kadang tidak membuat kita fasih berbicara tentang teoritika dan strategi politik atau komparasi sistem politik kita dengan negara lain. Wahai aktifis mahasiswa, konsisten di kompetensi inti adalah jalan yang luruk, bijak dan bertanggungjawab. Jangan pernah mengatakan hal yang tidak kita kuasai permasalahannya, karena itu membuat kita dan segala sesuatu yang kita sampaikan terasa hampa.
Leadership di Komunitas Maya. Buktikan bahwa leadership kita di dunia nyata juga terbukti di dunia maya. Bangun komunitas, pimpin pergerakan komunitas maya, sebagai penambah dukungan pergerakan kita di dunia nyata.
Terakhir, tiga pesan saya untuk para aktifis pergerakan mahasiswa.

Perdjoeangan yang mahasiswa lakukan adalah untuk memberi manfaat bagi rakyat.
Semua itu bukan bertujuan untuk jalan kita menuju senayan (menjadi anggota DPR), jalan kita menjadi pejabat, jalan kita mendapatkan uang secara instan, atau jalan-jalan berpamrih lain yang membuat kita tidak ikhlash
Ucapan menjadi bermakna ketika kita juga bergerak melakukan perubahan dan memberi contoh yang nyata.Think globally but act locally.
Kembalikan perdjoeangan ke karakter dan kredo mahasiswa yang sebenarnya.
Mahasiswa adalah akademisi, pemikir muda, intelektual muda, entrepreneur muda dan agen perubahan bangsa. Baca kembali dengan detail semua visi, misi dan kredo organisasi pergerakan mahasiswa kita, pasti selalu menyebut masalah intelektualitas, jiwa pemikir dan kekuatan akademik lain. Karena itulah akar dan dasar kita bergerak.

PEMUDA DI ERA DEMOKRASI


Melihat kembali sejarah tentang berdirinya negara kesatuan republik indonesia, memaparkan catatan-catatan optimistik para pahlawan dalam menggapai suatu kemerdekaan, merupakan tumpuan dan dorongan serta semangat pada bangsa dan negara ini untuk bangkit dan membangun kembali rasa persatuan, rasa kebersamaan, rasa senasib sepenanggungan yang menjadi landasan awal perjuangan kemerdekaan. Negara yang kecil tapi mampu menjadi besar hanya karena semangat untuk bangkit dari keterpurukan, keluar dari penjajahan dan menggapai yang namanya kemerdekaan. Jika melihat apa yang dimiliki negara ini sekarang dengan teknologi canggih, orang-orang cerdas dan berpendidikan tapi mengapa kita mesti terpuruk, kurang apa negara kita sekarang ? apa yang salah dengan negara ini, Dibandingkan dengan tahun 1945 negara kita dalam merebut kemerdekaan hanya dengan bambu runcing dan semangat untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik..kenapa kita tidak bisa menjadi lebih baik dari hari ini…. Merdeka, merdeka, merdeka...katanya”
Dan tak lepas dari sejarah, bahwa pemuda-pemuda yang penuh semangat dan idealis yang menjadi pelopor kemerdekaan bangsa indonesia yang melakukan perubahan dan melepaskan negara ini dari penjajahan.
Namun di era globalisasi ini, krisis intelektual pemuda benar-benar memperhatinkan. Kebiasaan mengembangkan tradisi intelektualitas khususnya di lingkkungan organisasi-organisasi social juga tidak terlihat secara signifikan. Kekuatan intelektualitas diri yang memuat intigritas dan kemandirian dalam mengembangkan potensi pemuda masih sangat jauh dari catatan pemuda pada zaman kemerdekaan. Meskipun kekuatan intelektual merupakan modal penting merespon dinamika perkembangan zaman, namun pemuda di era demokrasi justru lebih pragmatism tekhnis. Faktanya, pradigma perjuangan pemuda dan mahasiswa saat ini selalu dilatar belakangi oleh kepentingan-kepentingan seperti ; kepentingan ekonomi, prestise sosial dan mengejar status sosial berupa jabatan-jabatan tertentu secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini telah mencoreng semangat idialisme perjuangan yang selama ini melekat pada diri pemuda dan mahasiswa.
Pergeseran nilai-nilai perjuangan yang menonjol khususnya di dalam konteks menciptakan tradisi intelektualitas pemuda di berbagai level antara generasi masa pra kemerdekaan dan paska kemerdekaan hingga awal era reformasi. Generasi pemuda tempo dulu lebih mengedepankan semangat idialisme intelektual sedangkan generasi masa reformasi lebih mengedepankan kepentingan matrialisme. Maka nilai-nilai perjuangan sosial kemanusiaan generasi tua jauh lebih bermakna, manakala berhadapan dengan ancaman kepentingan nasional. Sementara gerakan intelektual pinggiran generasi masa kini, disadari atau tidak, krisis intelektual pemuda tidak bisa di hindari. Fakta ini lebih disebabkan karena anggapan dan peluang struktur politik nasional yang tidak memungkinkan pemuda untuk memperoleh kesempatan dalam mengasah profesionalisme intelektualitas mereka.
Dengan latar belakang tersebut, maka pemuda sebagai aset perjuangan bangsa dan sebagai pilar kekuatan transformasi idiologi kebangsaan akan memainkan peran dan partisipasi politik secara nyata dan sebagai upaya untuk mengatasi krisis intelektualitas pemuda, maka diperlukan kesadaran politik bersama baik ditingkat elit politik nasional maupun elit politik didaerah sebagai pelaku kebijakan politik, agar tercipta sistem sosial yang akan memicu pola perjuangan fisik serta mengoptimalkan potensi pemuda sebagai aset masa depan bangsa dalam memanfaatkan momentum tertntu untuk kepentingan bangsa dan negara.
Pemuda sebagai bagian penting di dalam sebuah demokrasi. Pemuda sebagai kontrol sosial terhadap suatu demokrasi. Pemuda di indonesia harus mampu memegang peran strategis dengan kekuatan kelembagaannya yang ada dalam rangka memaknai nilai-nilai idiologi perjuangan berdasarkan nilai-nilai idialisme kebangsaan yang terinspirasikan oleh falsafah pancasila dan Undang-undang dasar 1945.
Dan untuk lebih mengoptimalkan peran pemuda menuju era demokrasi diperlukan gagasan dan kebijakan politik dalam mendukung generasi muda di era demokrasi ini :
1. Memanfaatkan momentum demokrasi sebagai proses transformasi idiologi pemuda indonesia.
2. Konsulidasi antara sesama institusi demokrasi kepemudaan.
3. Mempersiapkan kader-kader pemuda intelektual dalam demokrasi.
4. Pejuang muda harus berorientasi perjuangan untuk kepentingan rakyat umum bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok.
5. Mengoptimalkan potensi diri sebagai kaum intelektual dan aktif memainkan peran politik bagi rakyat secara sehat.

Sabtu, 24 Juli 2010

SAATNYA KITA MEMBUAT PERUBAHAN



Sudah cukup lama kita tak pernah merasakan arti kemerdekaan dan kebebasan yang sebenarnya, telah lama kita rindu akan keadilan dan perubahan. Lama kita diam tanpa tak tahu harus berbuat apa untuk negara ini. Kita telah lama tertidur , tanpa punya kekuatan untuk bangkit mengubah negri ini.
Ribuan nyawa telah tumpah membasahi tanah air ini, dari pahlawan kemerdekaan yang bertempur hingga tetes darah terakhir di medan perang melawan para penjajah yang menindas bangsa indonesia dan pahlawan-pahlawan yang telah menyumbangkan akal dan ide pikiran mereka demi bangsa dan negri ini. Sampai rekan-rekan mahasiswa yang berjuang melawan penindasan oleh bangsa kita sendiri. Ini semua mereka lakukan demi kemerdekaan dan keadilan. Keadilan yang begitu mahal di negri kita ini. Apakah yang ini akan kita wariskan kepada anak-anak, adik-adik kita serta anak cucu kita kelak ? alangkah sedihnya, kita hanya diam, kita seakan menutup mata dan telinga tanpa memperdulikan teriakkan rakyat kecil yang mederita kemiskinan, yang memohon mereka diperhatikan dan kita tak tahu harus berbuat apa untuk bangsa dan negara ini.
Kita memiliki ilmu untuk merubah negara ini menjadi lebih baik, kita memiliki suara untuk meneriakkan hati nurani rakyat, kita memiliki tangan dan kaki untuk membantu mereka yang membutuhkan uluran tangan kita. Kita sadar dan tahu jika negara ini telah menjadi medan perang antara si kaya dan si miskin antara pemerintah dan rakyat, pejabat dan masyarakat. Apakah negara ini masih pantas dikatakan sebagai negara ??
Mereka yang dipilih untuk mewakili rakyat tidak lagi memperdulikan teriakan rakyat kecil. Mereka yang disana hanya berpikir untuk dirinya sendiri, tidak ada lagi kebersamaan cita-cita bangsa dan negara kita yang telah lama diperjuangkan oleh para pejuang kita. Kemakmuran, kesejahtraan dan keadilan bagi rakyat hanya menjadi jargon politik dan simbol belaka. Dan semua akan terus menjadi angan dan mimpi saja. Kita telah melupakan semua itu, kita tak mampu merubah semua ini, kita tak punya nyali untuk meneriakkan semua ini.
Rekan-rekanku mahasiswa dan para pemuda yang terhormat dan negara banggakan. Nasib bangsa dan negri ini ada ditangan kita. Bangkitlah !!! dan teriakkan “ Indonesia Harus Berubah “ kita semua harus berjuang melanjutkan perjuangan mereka yang telah berkorban demi suatu perubahan. Gunakanlah ilmu yang kita miliki untuk menciptakan sebuah karya dan kreativitas. Teriakkanlah hati nurani rakyat indonesia. Berjuang, berusaha dan bedoalah untuk bangsa dan negri ini untuk suatu perubahan. Amien.....

Tertanda,
Kami yang rindu perubahan
Kami yang haus akan keadilan
Kami yang ingin kemerdekaan