expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Rabu, 20 Januari 2010

BAB VI PENGENDALIAN SOSIAL (SOCIAL CONTROL)


A.PENGERTIAN PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh sekelompok orang atau masyarakat sehinggga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat.
Pengendalian sosial berkaitan erat dengan norma dan nilai sosial. Bagi anggota masyarakat, norma sosial mengandung harapan yang dijadikan sebagai pedoman untuk berperilaku. Namun, masih ada sebagian kecil dari masyarakat yang menyimpang dari norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku. Agar masyarakat berperilaku sesuai dengan pedoman, pengendalian sosial merupakan mekanisme untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan mengarahkan anggota masyarakat untuk bertindak menurut norma-­norma dan nilai-nilai yang telah melembaga.
Pengendalian sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila pengendalian sosial tidak diterapkan, akan mudah terjadi penyimpangan sosial dan tindakan amoral lainnya. Pentingnya penerapan pengendalian sosial menurut Koentjaraningrat disebabkan oleh adanya keterangan dalam proses sosial. Ada tiga ketegangan dalam proses sosial yang memerlukan pengendalian sosial, yaitu:
1.ketegangan sosial yang terjadi antara ketentuan dalam adat istiadat dan kepentingan individu;
2.ketegangan sosial yang terjadi karena keperluan yang bersifat umum bertemu dengan kepentingan golongan yang ada dalam. masyarakat;
3.ketegangan sosial yang terjadi karena golongan yang menyimpang sengaja menentang tata kelakuan yang berlaku di dalam masyarakat.
Pengendalian itu bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas dan perubahan­-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Pengendalian sosial berbeda dengan pengendalian diri. Pengendalian sosial mengacu pada usaha untuk mengendalikan pihak lain, sedangkan pengendalian diri tertuju pada diri pribadi sesuai dengan ide atau tujuan tertentu, yang ditetapkan sebelunnya. Tujuan pengendalian diri biasanya ditentukan oleh nilai-nilai dan cita-cita pribadi seseorang sesuai dengan norma yang berlaku. Hubungan antara pengendalian sosial dan pengendalian diri ialah bahwa pada umumnya pengendalian diri berasal dari pengendalian sosial.

B.SIFAT-SIFAT PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial dapat bersifat preventif dan represif. Usaha pengendalian sosial yang bersifat prefentif dilakukan sebelum terjadi pelanggaran. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pelanggaran. Misalnya, pemberian nasihat kepada anak untuk memakai helm pengaman dan memiliki SIM agar aman mengendarai motor di jalan raya. Pengendalian sosial yang represif diadakan apabila telah terjadi pelanggaran dan diupayakan supaya keadaan pulih seperti sediakala. Contoh, seorang yang melakukan tindak pidana, kemudian diadukan ke pengadilan, dan pengadilan menjatuhkan hukuman. Setelah ia dipenjara dan menunjukkan sikap menyesal, ia mendapatkan rehabilitasi nama baiknya.
Pengendalian sosial gabungan merupakan usaha untuk mencegah terjadinya penyimpangan (preventif) sekaligus mengembalikan penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial (represif). Usaha pengendalian dengan memadukan ciri preventif dan represif dimaksudkan agar suatu perilaku tidak merugikan yang bersangkutan atau orang lain. Usaha itu dapat dilakukan lebih dari satu kali, yaitu tindakan pencegahan sebelum seseorang melakukan penyimpangan dan tindakan pengendalian setelah orang itu melakukan penyimpangan. Pengendalian yang pertama dan kedua saling terkait. Contoh, guru mengawasi anak agar tidak membolos pada jam pelajaran. Untuk itu diperlukan petugas, berupa guru piket dan satpam (preventif).
Dari sifat-sifat pengendalian sosial di atas masih terdapat sifat pengendalian sosial yang lain, yaitu pengendalian resmi, pengendalian tidak resmi, pengendalian institusional, dan pengendalian pribadi.
1.Pengendalian Resmi
Pengendalian resmi (formal) adalah suatu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga­-lembaga resmi, misalnya lembaga negara atau lembaga agama. Lembaga-lembaga resmi kenegaraan mengawasi kepatuhan masyarakat terhadap peraturan-peraturan negara, seperti undang-undang dasar, ketetapan-ketetapan resmi negara, serta pelaksanaan hukum pidana dan hukum perdata. Pengawasan resmi keagamaan dilakukan untuk mengetahui ketaatan masyarakat terhadap perintah-perintah agama yang bersangkutan. Cara-cara pengendalian diatur dengan peraturan-peraturan resmi. Lembaga-lembaga yang bertugas untuk mengawasi penyimpangan adalah kepolisian, kejaksaan, dan pengurus keagamaan.

Gambar: Seorang polisi sedang melakukan pengendalian resmi, mengatur lalu lintas

2.Pengendalian Tidak Resmi
Pengendalian tidak resmi dilakukan demi terpeliharanya peraturan yang resmi milik masyarakat. Disebut tidak resmi karena peraturan itu tidak dirumuskan secara jelas dan tidak ditemukan dalam hukum yang tertulis, tetapi diingatkan oleh masyarakat. Petugas-petugas pengawas pun tidak diangkat secara resmi, tetapi dibentuk oleh lembaga-­lembaga sosial yang ada dalam masyarakat. Meskipun demikian, tidak berarti efektivitas pengawasan menjadi berkurang karena pengawasannya tidak diangkat secara resmi. Pengawasan tidak resmi dilakukan di dalam kelompok primer seperti keluarga, RT, asrama, agama, dan perkumpulan arisan. Pemimpin kelompok cukup efektif dalam mencegah terjadinya penyelewengan.

3.Pengendalian Institusional
Pengendalian institusional ialah pengaruh dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki lembaga tertentu. Pola-pola perilaku dan norma-norma lembaga itu tidak saja mengawasi para anggota lembaga, tetapi juga warga masyarakat yang berada di luar lingkungannya. Misalnya, di suatu daerah ada sebuah pondok pesantren yang memiliki beberapa santri yang tinggal di pondok pesantren. Dengan demikian, cara berpikir, berpakaian, dan berperilaku, para santri mengikuti pola-pola di dalam lembaga tersebut. Mereka mendapat pengawasan institusional. Akan tetapi, pengaruh pondok pesantren tidak terbatas hanya pada para santri saja tetapi penduduk di luar lingkungan pesantren pun sadar atau tidak sadar akan mengikuti pola kehidupan pesantren itu.

4.Pengendalian Berpribadi
Pengendalian berpribadi ialah pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang-orang tertentu, tokoh yang berpengaruh, atau orang yang sudah dikenal. Bahkan silsilah dan riwayat hidupnya maupun ajarannya sudah diketahui. Hal inilah yang membedakan pengawasan berpribadi dengan pengawasan institusional. Dalam pengawasan institusional sulit diketahui siapa yang membawa pengaruh tersebut. Sebaliknya dalam pengawasan berpribadi akan mudah diketahui pembawanya.
Tugas:

C.CARA DAN FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Cara pengendalian sosial pun dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara persuasif dan kurasif. Secara persuasif, pengendalian sosial menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing berupa anjuran (pendekatan secara halus). Misalnya, guru memberikan nasihat kepada para murid secara kekeluargaan agar tidak meninggalkan jam pelajaran tanpa izin. Secara kurasif atau kekerasan, pengendalian sosial dilakukan dengan tindakan ancaman. Misalnya, apabila dengan cara pertama tidak efektif karena kesadaran para murid tidak ada, guru melakukan pengendalian dengan memberikan sanksi yang mendidik, misalnya belajar di perpustakaan dan mengerjakan tugas.
Pengendalian dengan cara kekerasan harus ada batasnya, sebab dengan cara kekerasan dan paksaan biasanya akan menimbulkan reaksi negatif. Reaksi tersebut dapat berupa tindakan menentang pihak yang menetapkan pengendalian tersebut. Norma-norma hanya dipatuhi apabila penegak norma itu masih melakukan peranannya. Akan tetapi, apabila penegak norma lengah, pelanggar akan kembali pada perbuatan sebelumnya. Harus diingat pula bahwa paksaan yang tidak ada batasnya terus-menerus tidak akan membawa hasil yang positif. Misalnya, Bering terjadi kasus obat terlarang di Malaysia. Pembawa atau pemakai obat terlarang akan dijatuhi hukuman berat, bahkan sampai hukuman mati, agar hukum dapat ditegakkan dengan baik.
Jenis-jenis pengendalian sosial dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kompulsif dan pervasi.
1.Kompulsif (compulsion), adalah situasi yang diciptakan sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat atau patuh pada norma-norma. Misalnya seseorang yang melakukan tindak kriminal akan mendapatkan hukuman penjara.
2.Pervasi (pervasion), adalah penanaman norma-norma yang ada secara rutin dengan harapan bahwa hal itu dapat membudaya. Dengan demikian, orang tersebut akan meng­ubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan secara rutin akan menghasilkan perubahan sikap sesuai dengan norma yang berlaku.

D.FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Secara umum fungsi pengendalian sosial adalah untuk menegakkan norma dan nilai­-nilai yang ada di dalam masyarakat agar dapat dijadikan pedoman berperilaku dan untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang.
Secara khusus fungsi-fungsi pengendalian sosial adalah sebagai berikut:
1.Untuk meyakinkan masyarakat tentang kebaikan norma. Usaha itu ditempuh melalui pendikan, baik di dalam keluarga (informal), di sekolah (formal), maupun di dalam masyarakat (nonformal). Pendidikan keluarga merupakan cara yang paling utama untuk menanamkan benih-benih dasar keyakinan terhadap norma bagi diri anak, terutama bagi anak yang masih kecil. Anak pada umumnya masih peka terhadap lingkungan yang dihadapinya. Selanjutnya masyarakat dan sekolah sangat berperan dalam menambah keyakinan terhadap norma-norma yang ada pada diri anak.
2.Untuk mempertebal kebaikan norma. Hal tersebut dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan dongeng-dongeng yang berisi norma atau cerita tokoh atau pahlawan pejuang yang memiliki nilai-nilai terpuji. Begitu juga cerita perbuatan tokoh-tokoh yang sangat taat pada norma-norma dan pantas untuk dicontoh oleh masyarakat. Karya-karya orang besar mencakup penemuan teknologi yang berguna bagi kehidupan manusia.
3.Untuk mempertebal keyakinan norma-norma masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan membandingkan kelebihan norma-norma tertentu dari masyarakat lain.

E.JENIS-JENIS PENGENDALIAN SOSIAL
Pengendalian sosial dapat dilaksanakan melalui sosialisasi, tekanan sosial, Berta kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal.
1.Sosialisasi
Sosialisasi dilakukan agar anggota masyarakat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan norma kepada anggota masyarakat, diberikan melalui jalur formal dan informal Secara rutin.
2.Tekanan Sosial
Tekanan sosial perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan kelompok. Masyarakat dapat memberi sanksi kepada orang yang melanggar aturan tersebut.
pengendalian sosial pada kelompok primer (kelompok masyarakat kecil yang sifatnya akrab dan informal seperti keluarga, kelompok bermain, dan klik), biasanya bersifat informal, spontan, dan tidak direncanakan. Alat pengendalian sosial tersebut biasanya berupa ejekan, menertawakan, pergunjingan (gosip), dan pengasingan.
Pengendalian sosial yang diberikan pada kelompok sekunder lebih bersifat formal. Kelompok sekunder ialah kelompok masyarakat yang lebih besar, yang tidak bersifat pribadi atau impersonal dan mempunyai tujuan yang khusus seperti serikat buruh, perkumpulan seniman, dan perkumpulan wartawan.
Alat pengendalian sosial berupa peraturan resmi dan tata cara yang standar, hubungan masyarakat, kenaikan pangkat, pemberian gelar, imbalan dan hadiah, sanksi, serta hukuman formal.
3.Kekuatan dan Kekuasaan dalam Bentuk Peraturan Hukum dan Hukuman Formal
Kekuatan dan kekuasaan akan dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal. Keadaan itu terpaksa digunakan pada setiap masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku dalam menyesuaikan diri dengan nilai dan norma sosial. Pengendalian sosial melibatkan pihak pengendali dan pihak yang dikendalikan. pihak pengendali yang disebut lembaga terdiri atas beberapa unsur, berikut ini:
a.Pengendalian kelompok terhadap kelompok
Pengendalian kelompok terhadap kelompok terjaji apabila suatu kelompok mengawasi perilaku kelompok yang lain. Misalnya, anggota polisi sebagai situ kesatuan dalam sektor Kecamatan Kraton, mempunya, tugas mengawasi masyarakat agar aman dan tertib.
b.Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya
Pengendalian kelompok terhadap anggota-anggotanya terjadi apabila suatu kelompok menentukan perilaku para anggotanya. Misalnya, dewan guru mendidik dan membimbing siswa-siswinya atau pengurus OSIS mengendalikan anggota­-anggotanya.
c.Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya
Pengendalian pribadi terhadap pribadi lainnya terjadi apabila individu mengadakan pengawasan terhadap individu lainnya. Misalnya, seorang ibu mendidik anaknya untuk menaati aturan-aturan di dalam keluarga. Proses itu sebenarnya telah biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, tetapi seringkali tidak disadari.
Perlu diperhatikan bahwa dengan adanya sistem pengendalian sosial yang baik, tidak menjamin penyimpangan dan penyelewengan tidak akan terjadi dalam masyarakat. Penyimpangan dalam masyarakat mungkin dapat saja terjadi karena beberapa hat berikut:
1.Tidak semua warga masyarakat menanggapi nilai dan norma di dalam masyarakat secara positif.
1.Manusia tidak dapat bertindak adil secara mutlak.
2.Kadang-kadang sistem pengendalian sosial tidak dapat dilestarikan karena sistem tersebut sudah tidak berlaku lagi.
3.Adanya konflik dalam masyarakat karena perbedaan kepentingan.
Penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat belum tentu selalu negatif. Kadang-kadang penyimpangan itu memang diperlukan, asal penyimpangan itu tidak berkembang menjadi penyelewengan (delik). Adanya penyimpangan biasanya merupakan suatu petunjuk dan gejala bahwa:
1.sistem norma dan nilai yang ada dalam masyarakat kurang lengkap atau sudah kadaluwarsa;
2.sistem norma dan nilai dalam masyarakat kurang jelas perumusannya sehingga menimbulkan tafsiran yang bermacam-macam;
3.sering terjadi kemacetan-kemacetan dalam pelaksanaan birokrasi;
4.perlu adanya lembaga-lembaga penyaluran bagi kegiatan warga masyarakat;
5.kadar ketaatan masyarakat terhadap sistem norma dan nilai dalam masyarakat menurun;
6.tingkat kesatuan masyarakat melemah.

F.PERANAN SOSIAL DALAM PENGENDALIAN SOSIAL
Dalam kehidupan masyarakat terdapat sejumlah pranata melalui aparat yang memiliki peranan mengendalikan perilaku menyimpang. Lembaga tersebut adalah polisi, pengadilan, adat serta tokoh masyarakat atau tokoh agama.
1.Polisi
Polisi merupakan salah satu unsur yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Polisi merupakan aparat yang berperan dalam pengendalian perilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang menyimpang merupakan pengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Beberapa contoh usaha polisi dalam pengendalian perilaku menyimpang, antara lain sebagai berikut:
a.Menjaga keamanan pada saat berlangsung suatu kegiatan penting, seperti pemilu, kunjungan tamu kenegaraan, dan perayaan hari besar umat beragama.
b.Menjaga keamanan pada saat berlangsung pertunjukan yang mengundang massa, misalnya MTQ, perayaan Sekaten, dan pesta olahraga.
c.Mengadakan patroli keamanan di tempat-tempat ramai atau di tempat-tempat sepi yang sering digunakan penjahat untuk mencari mangsanya.
2.Pengadilan
Di dalam pengadilan terdapat beberapa unsur yang berhubungan dengan pengadilan, antara lain hakim, jaksa, panitera, polisi, dan pengacara. Unsur-unsur tersebut bertugas menyelenggarakan pengadilan terhadap orang yang diduga melakukan kejahatan atau pelanggaran hukum yang berlaku. Dalam persidangan, jaksa bertugas menuntut pelaku untuk dijatuhi hukuman sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hakim bertugas menjatuhkan putusan berdasarkan data dan keterangan resmi yang diungkapkan dalam. persidangan. Pengacara (pembela) bertugas mendampingi terdakwa untuk memberikan pembelaan. Anggota masyarakat akan segan bahkan takut melakukan penyimpangan jika mereka radar bahwa perbuatannya itu dapat menyeretnya ke pengadilan. Di pengadilan semua orang yang dinyatakan bersalah akan dikenai hukuman sesuai dengan perbuatannya.
3.Adat
Kebiasaan-kebiasaan yang berlangsung dan menjadi norma dalam masyarakat disebut adat. Adat pada umumnya bersifat magis dan religius, yang mengandung nilai-nilai budaya, norma-norma hukum, aturan-aturan yang saling berkaitan dan menjadi satu dalam aturan tradisional. Adat juga dapat diartikan sebagai cara berkelakuan yang sudah menjadi kebiasaan. Jika seseorang melakukan pelanggaran adat, masyarakat akan mencemoohkannya atau mempergunjingkannya. Pihak yang berperan menegakkan adat adalah tokoh adat. Mereka memiliki peranan yang sangat penting untuk membina dan mengendalikan sikap serta perilaku warga masyarakat agar sesuai dengan norma adat yang berlaku. Bentuk pengendalian sosial ini, antara lain menetapkan sanksi dan biasanya berujud teguran, denda, atau pengucilan dari lingkungan adat. Pengendalian adat umumnya dilakukan melalui suatu musyawarah yang dihadiri para tokoh adat. Dalam musyawarah, tokoh adat bermufakat untuk menyelesaikan setiap masalah yang bertentangan dengan adat tersebut. Pada kenyataannya tidak semua pelanggaran adat dapat diselesaikan dengan musya­warah. Perbuatan yang dapat meresahkan masyarakat dapat ditangani langsung oleh aparat hukum, tanpa melalui proses adat. Misalnya, perampokan, pembunuhan, dan pemerkosaan tidak dapat diselesaikan secara adat sehingga dilimpahkan kelembaga hukum.
4.Tokoh Masyarakat
Tokoh masyarakat adalah orang-orang yang dituakan dalam lingkungannya. Biasanya mereka terdiri atas tokoh agama, tokoh pemerintah, guru, dan sebagainya. Seseorang dianggap Tokoh karena mempunyai kelebihan tertentu dan dapat menjadi panutan di lingkungan masyarakatnya. Tokoh-tokoh itu dapat mempengaruhi orang lain di sekitarnya.


Gambar 6.2 Silaturahmi dengan tokoh masyarakat untuk membina hubungan

Pendapat para tokoh masyarakat biasanya diperhatikan oleh seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian, mereka dapat berperan mengendalikan perilaku menyimpang. Bentuk pengendalian tokoh masyarakat, antara lain membina hubungan.




DAFTAR PUSTAKA :
Dra. Siti Waridah Q. dan Drs. J. Sukardi. 2003. Sosiologi 1. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Artikel Terkait Lainnya :



Comments
0 Comments
Widget edited by fmhi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...